Lari

Saya lihat mereka, ayah ibu saya. Kami bahagia. Saya punya panggilan kecil. Kami melakukan banyak hal bersama.

Satu hari, entah kenapa, saya marah besar. Mereka coba tenangkan saya tapi saya tidak mau dengar. Saya kabur, hilang begitu lama.

Lalu saya kembali, karena saya tersesat. Saya takut. Saya ingin kembali pada orang tua saya. Sampai dirumah, tapi mereka tidak ada. Saya masuk ke kamar dan berbaring di tempat tidur. Dan saya menunggu mereka. Mengharap mereka pulang. Rasanya berbulan mereka pergi, dan pandangan saya mulai pudar. Tangan kanan saya tergantung lemah di pinggir tempat tidur. Kemudian pintu kamar saya terbuka, dan ayah masuk, memanggil nama saya. Tapi dia bukan ayah, dan ibu bukan ibu.

Semuanya berubah. Saya menjadi gelap, dan mereka selalu terlihat sedih dan bermasalah. Saya lebih sering diam dan mengamati. Mereka berusaha keras mengembalikan situasi seperti biasanya lagi. Tapi saya selalu dalam kamar, melakukan hal" saya sendiri. Saya menutup diri dan menjauh dari mereka. Saya melihat mereka berubah. Wajah bahagia ibu seperti siap hilang kapan saja, dan topeng tersenyum ayah seperti akan retak, pecah berkeping-keping, menunjukkan wajah yg sebenarnya.

Saya meyakinkan diri bahwa saya waras. Tapi sendiri begitu lama, tidakkah buat seseorang gila? Saya berusaha menekan emosi saya, tapi terkadang saat menyetir saya ingin menabrak orang, dan entah kenapa saya sering tertawa sendiri. Itu tanda" orang gila. Tapi saya tidak mau gila. Saya waras. Saya mau waras saja. Lalu memori itu kembali.

Seperti menonton dari kejauhan. Saya lihat saya yg berbeda, dan ayah ibu saya, dalam kamar. Saya berulang ulang menyatakan bahwa kita ini keluarga bahagia. Saya lihat ayah dan ibu. Bukan topeng yg mereka kenakan, tapi ekspresi senang dan damai, jauh dari apa yg ada sekarang. Saya menyesal. Saya ingin kembali seperti dulu lagi. Saya malu pada mereka. Dan saya mulai berusaha.

Saya tunjukkan hobi saya. Ternyata saya suka dark arts dan sebangsanya. Tapi saya lihat gergaji itu, pisau besar itu, dan entah apa alat itu, dan saya takut. Hobi saya menakutkan. Lalu saya kembalikan ke dalam kamar. Tidak pernah saya sentuh lagi. Saya ikut makan malam bersama. Saya ceritakan hal" lucu dan cerita" baru, tapi cerita"nya selalu berakhir sedih. Tentang keluarga bahagia yg ditinggalkan seorang anak. Dan anak itu menjadi gila.

Pada suatu hari ayah, ibu dan saya sedang di kamar mereka. Mereka hendak melakukan sesuatu bersama, dan ingin saya ada bersama mereka. Saya menolak. Saya takut. Saya tidak suka apa yg akan mereka perbuat. Lalu saya lari keluar dan masuk ke kamar, mengambil kunci pintu rumah Saya ingin keluar dari rumah itu. Saya hanya ingin udara segar, jauh dari orang tua saya. Mereka berubah, dan mereka menakutkan. Saya bisa dengar ayah dan ibu bertengkar di atas. Saya dengar raungan ayah. Saya dengar jelas teriakannya. Lari terus! Selalu begitu! Dan saya dengar langkah" ayah mengejar saya.

Saya berlari turun tangga, tapi sepertinya tangga itu lebih tinggi dan lebih jauh dari biasanya. Sampai dibawah, saya lihat ayah dan ibu. Masing" membawa koper dan tas" besar, memasukkannya ke dalam mobil. Ayah menatap saya dari jauh. Saya berteriak memanggil mereka, tapi angin diluar begitu ribut. Saya tanya mau kemana, saya ikut. Dan ayah bilang, mau pergi saja. Jauh dari kamu. Dan kamu tidak boleh ikut. Dulu kamu yg pergi, dan sekarang giliran kami. Ibu tidak sekalipun menatap saya. Saya jatuh berlutut di teras. Saya ingat kata" terakhir saya.

"Tapi aku sayang mama sama papa..."

Dan mereka mengabur dari pandangan saya.

Comments

Popular posts from this blog

Dreams.

Uncertain

Ujan ayam, cu...